Renungan

Salah Orang Salah Tempat

Ketika saya mengkritik kekeliruan pada Blok terdahulu (1, 3, dan 5), orang-orang merespons dengan enteng: “Kedepan kita akan perbaiki. Biasa memang, namanya saja program baru”. Tapi saya tidak melihat “perbaikan” itu pada Blok selanjutnya. Yang terjadi (setidaknya menurut pengamatan saya) malah sebaliknya: semakin jelek dan tidak karuan. Sewaktu saya mengkritik skenario blok 1, jawaban orang UPEP (termasuk PD 1), ya begitu itu. Di blok selanjutnya, yaitu blok 3 dan 5 (saya mencantumkan Blok-Blok yang saya diikutkan), segendang sepenarian.

Ketika Blok 6 tengah dipersiapkan, ketika salah seorang dosen wakil suatu Bagian mengusulkan sejawatnya yang lain untuk memberikan materi kuliah pada Blok itu, karena topik bahasan bukan bidang keahliannya, saya sempat menyodorkan ide: “Jika sudah begini kejadiannya, dosen anggota Blok tidak bisa dengan mudah diganti karena sudah di”SK”kan oleh Dekan, dan karena mengubah SK butuh waktu, saya mengusulkan agar kita yang duduk sebagai anggota blok hendaknya dianggap sebagai administrator saja, jika materi kuliah ternyata bukan keahlian kita, atau bukan kuliah kita di kelas konvensional, maka materi tersebut kita berikan saja ke sejawat yang memang ahlinya, atau (seperti talah saya katakan tadi) yang menguliahkannya di kelas konvensional; terlebih bila dosen yang bersangkutan telah mempunyai materi tertulis. Dengan demikian, tidak akan terjadi salah urus dalam kuliah.

Dan semua orang yang hadir pada rapat sore itu setuju. Saya lontarkan ide ini bukan karena ada sejawat dosen yang mengeluh kalau materi dalam Blok 6 sesungguhnya di luar bidang keahliannya; melainkan karena saya tidak melihat ada waktu lain untuk mengutarakan ide itu. Kebetulan sekali, memang, ada orang UPEP (tiap Blok memang ada UPEP: jika bukan dosen, ya tutor, atau keduanya) yang kebetulan berada sebagai anggota Blok. Saya tambahkan lagi: “tetapi usul ini bukan saya tujukan bukan hanya diberlakukan pada Blok 6, tetapi juga Blok-Blok selanjutnya.” Dan IBM, anggota UPEP, berucap: “Itu gagasan yang sangat bagus. Kita sangat setuju. Saya akan diteruskan ide ini ke rapat internal UPEP”.

Suka cita saya bukan karena merasa ide saya telah dinilai bagus, akan dibicarakan secara internal, dan berharap diterima untuk kemudian diterapkan pada Blok setelah Blok 6 ini usai. Kegembiraaan saya membuncah karena niat (ide) saya agar penempatan dosen berdasarkan kompetensi bisa segera terwujud. Tetapi yang terjadi tidak demikian: pada Blok 7 ketidakkompetenan itu tercetak jelas. Saya melihat jadwal kuliah mahasiswa (saya memang tidak mempunyai akses untuk melihat pola dan jadwal kerja Blok-Blok yang saya tidak diikutkan). Dua orang sejawat saya tidak tertulis memberi materi kuliah bidang keahliannya. Pakar Ilmu Gizi kok memberi materi “Patogenesis of Infection”, dan “…”. Memangnya tidak ada porsi Ilmu Gizi pada Blok 7 ini (Blok 7 mengulas topik Infeksi dan immunologi)? Jika tidak ada, seperti usulan saya pada rapat Blok 6, ya tidak usah memberi kuliah (jadi tutor saja bila tidak berani mundur dari keanggotaan Blok).

Namun begitu, saya tidak sepakat jika dikatakan Ilmu Gizi tak punya peran dalam pembelajaran Blok ini. Dalan kuliah konvensiaonal ada topik kuliah Keracunan Makanan, Allergi Makanan, dan banyak lagi. Jika topik konvensional ini tak bisa disisipkan ke dalan Blok, mengapa tidak membuat kajian (tentu saja dalam bentuk tulisan) semisal “Nutritional approach to overcome infection” atau “Nutritional role as an immunomodulator”. Masih banyak lagi topik yang dapat ditalikan (atau dikaitkan) dengan ketercetusan. Saya katakan tadi keracunan makanan, lewat jalur toxicoinfection: jadi bisa diselipkan dalam Blok infeksi kan?! Tapi sebagian sejawat berusul menempatkan topik ini dalam Blok Kegawatdaruratan Medik, karena efek emergency racun yang hendak dikedepankan. Lalu bahgaimana dengan allergi makanan, yang dalam kuliah konvensional disatukan dalam topik “keracunana makanan”? Kedua sejawat tadi memang tidak memegang kuliah itu (tetapi saya tidak mengatakan mereka berdua tidak mengerti) pada kelas konvensional.

Kalau kejadiannya sudah begini, siapa yang mesti disalahkan? Saya tak pernah mempertanyakan ini kepada siapapun (karena saya telah tahu jawababnya: memang begitulah sistem KBK, topik tertentu tidak perlu lagi dikuliahkan seperti kuliah konvensional. Kita yang dosen ini bertugas memberi gambaran topik, dan mahasiswa lah sepenuhnya berkewajiban mencari bahan untuk melengkapi kuliah itu), kecuali pada diri sendiri, dan ditulis dalam Blog (bukan Blok) ini. Yang jelas, menurut saya, inilah contoh “salah orang salah tempat”.

Standar

8 respons untuk ‘Salah Orang Salah Tempat

  1. Arismonyet berkata:

    Kesimpulannya Anda yg paling hebat? TApi, karena kehebatan itulah maka anda tak terpakai di almamater anda sendiri. Apa yg anda lakukan sepanjang hari untuk almamater Anda? Duduk2 dari lorong ke lorong, dari selasar ke selasar Berganti ganti teman ngobrol dari satpam, pegawai admin, sampai cleaning service. Selamat Bung, Anda luar biasa. The right man on the right place. Anda cuma bisa nyeletuk di luar, tapi tidak menyelesaikan masalah. Anda kira itu lucu, orang tertawa, tapi dalam hati orang berkata:”Ngelolo…”

  2. Arismonyet berkata:

    Menjelang RAmadhan, saatnya untuk kontemplasi dan koreksi diri. Setiap orang punya kemampuan dan keterbatasan. Dan Anda harus berdamai dengan kenyataan itu. Anda tak punya kemampuan (dan juga tak berhak) menyamakan orang dengan diri Anda. Jangan “mengukur baju di badan”. Kalau Anda pandai berbahasa (perasaan idak pandai2 amat) atau pandai berdebat, tidak semua orang punya kemampuan itu. Kalau anda idealis, ya..makanlah idealis mu itu, tapi jangan melukai perasaan orang lain. Masyarakat begitu solider dengan anda, membiarkan anda ngomong seenaknya, tanpa peduli perasaan orang. Membiarkan anda berpakaian seenaknya, yang sama sekali tak pantas bagi seorang PNS seperti Anda. Semua keanehan itu dimaklumi, sebagai ciri khas Anda. Orang tak peduli (atau mungkin anda dianggap sudah “tidak normal”). Tapi, pelan2 anda akan tersisih, atau menyisihkan diri sendiri. Lebih banyak menoleh ke diri sendiri, ketimbang koar2 mencela orang lain.

  3. Arismonyet berkata:

    Kalau anda koar2 mengeritik UPEP, pasti tak akan selesai masalahnya. Kalau anda menjadi ketua UPEP, pasti nasib upep tak akan jauh beda dengan UDIK, yang mati pelan2 di tangan anda. Coba ngaca bung! Kalau tidak beres, coba benahi dari dalam. Anda sudah diajak jadi bagian dari UPEP, ternyata anda bolos. Dari situ terlihat siapa anda sebenarnya. Tak ada niat baik sama sekali. Yg ada hanya niat mencela dan membinasakan…

  4. klining servis berkata:

    Kurang ajar sekali. Kaallian menghiana teman dosen sendiri karena dia sering berkelakar dengan satpam, tukang pel, dan pegawai administrasi. Kalian pikir kami orang-orang kecil inihina sehaingga tidak pantas ngobrol dengan orang ayanbg namanaya dosen. dosen itu hebata aapa. Itu dokter Yuwono. Orang uPEP yang amat dibanggakana itu. Mengaku ustad, tapi perangai jauh. Apa dia tiadak ingat telah menzalimi kami orang kecil ini. Apa dia tidak iangat karena gara-gara dialah seorang sopir honor3er bernaha hermansyahm dipecat. Sopir itu ditugaskan untuk menemaninaya jempur tamu dia dan amengalami kecelakaan. tapi di Yuwono atiadak pernah lapaor pimpinan peristiwa itu. dia juga tidak membela sepatah katapun> Si dopair itu kehailangan kerja, kehilangan mata pencarian gara-gara dia. padahal dia baru saja nikah. Apa aitu tidaka zoli. Terkutuklah kalaianh

  5. Booomm berkata:

    Walaaaha, sing kelining servis kok ikut koncling….. tak bilang orang zolim opo zoli siih…. kalo zoli… yaaa bini sing brat prit
    Ituloh sih angelina zoli…
    …. Kayak lagu….
    Goyang dong Braaaat—- goyang dong braaat priit.
    eeeeh… ngomong-ngomong orang kecil sing nghina si rizki…
    sampean cs nggak sih somo rizki la ya jangan bilang keecciiill.

    Laaa… yang nabrak sopo—yang marah sopo… harusnya kulo sing marah…
    For Ustadz… sabaaar, peace… iki somo-somo wong keciil.. hi hi hi… maaf dok…. sabaar yaa.
    Kami tau kok sopo sing fitnah…
    Berdoaa

  6. kalengklontangan berkata:

    hey2… umat yg beradap
    sadarkah kalian apa yang dibicarakan. Ingat akan dosa dan ingat akan umur kalian… sesuatu didunia ini tidak akan dibawa keakhirat. Mau itu gelar kek… mau itu prestasi kek… mau itu konflik yg tidak pernah selesai…mau itu mau pada semut merah yang berbaris didinding…
    Ups kok malah jadi nyanyi.. hahahahahaha

    Cuma mau pesen saja.. kalau kalian itu sudah pada berumur../ mungkin besok kalian dipanggil oleh yang maha kuasa… tapi sadarlah perbanyak pahala dan kurangi akan dosa2 yang pernah anda sekalian perbuat.

    Malaikat pasti bertanya,
    Siapa tuhanmu..
    SIapa nabimu..
    Apa kitab mu…

    Tidak mungkin malaikat bertanya,
    Apa gelar dunia mu..
    Apa prestasimu..
    Mana scenario mu…
    Mana…. manaaaaa… tahan!!!

    Sekian pendapat dari saya!!
    Memprihatinkan!!

  7. Anak Tiri berkata:

    Untuk pak aris monyet, kok bpk kayaknya tersinggung abis dengan tulisannya pak rizkiadi. Mestinya bpk bisa mengcounter tulisan beliau spt yang diajarkan para dosen kpd kami utk menghadapi kritikan spt itu. Wah kalau dosen apalagi yang masih muda udah nggak idealis, gimana mahasiswanya ya pak? Dan yg lebih menyedihkan kok yang diungkapkan hanya aib seseorang. Jangan2 ini sentimen pribadi ya pak?

  8. Mantan Budak FK berkata:

    Untuk teman-teman sejawat yang diklinik (SpOG, SpB, SpS, SpPD, SpA, Sp THT, SpKK,SpM, SpKJ, ) RSMH saya titip agar yang namanya BOOOM diajarin bagaimana jadi mahasiswa dan manusia yang beradab bila perlu sampai berjumpalitan dio co-schaapnyo, suruh ngulang berkali-kali sebelum di DO-kan! biar tau raso dionyo… dan sebagian teman sejawat sudah tau siapo BOOOM ini….. mohon diforwardkan kepada yang lainnya.

Tinggalkan Balasan ke Anak Tiri Batalkan balasan